Kamis, 09 Juli 2009

AGENDA NEO LIBERALISME DAN PILPRES

Pemilu kali ini memperjelas adanya konspirasi para penjajah untuk membuat pemimpin boneka di Negara Indonesia. Dan dengan dukungan Amerika dan sekutunya maka terpilihlah pemimpin boneka tersebut. Pemimpin boneka yang siap mengabdi kepada kepentingan dan agenda neo liberal.
Sekalipun sempat muncul isu neoliberalisme, namun tidak menurunkan pamor para pemimpin pendukung neo liberalisme. Karena rakyat Indonesia sudah di desain sedemikian rupa untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang berbau ideologis. Rakyat Indonesia sudah masuk ke dalam setting ideology global kapitalisme. Ciri masyarakat kapitalis di antaranya adalah bergaya hidup konsumtif, individualis dan menyukai tokoh yang populis.
Namun setidaknya pada pilpres kali ini telah muncul isu neolib ke masyarakat melalui pemberitaan media massa. Sekalipun hanya sebentar, dan belum mampu mempengaruhi pikiran rakyat Indonesia akan bahayanya agenda neo liberalisme bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Negara G7 sebagai pembawa agenda neoliberalisme, sudah pasti tidak akan membiarkan rakyat Indonesia menjadi cerdas dan kritis terhadap maksud tersembunyi dari neo liberalisme, yaitu PENJAJAHAN. Dan dengan kekuatan mereka yang sangat kuat dan kompak, dengan mudah bisa menjadi penentu siapa Presiden Indonesia yang akan terpilih. Dukungan dana, inteligen dan jaringan media massa mereka akan segera bekerja untuk membantu kemenangan Pemimpin boneka.
Pasa saat reformasi 98, sebelumnya saya tidak menyadari akan kemungkinan adanya kepentingan asing para penjajah. Beberapa tahun setelah itu saya baru menyadari bahwa ada kepentingan penjajah (AS, Jepang dan sekutunya) yang ikut bermain sehingga Suharto bisa dilengserkan. Tanpa itu, rasanya sulit gerakan mahasiswa mampu sedemikian solid dan sangat cepat memaksa Suharto turun. Saya tidak tahu apakah manta aktifis 98 juga memiliki pemikiran yang senada.
Kenapa AS dan sukutunya membiarkan dan mendukung demonstrasi anti Suharto? Sudah pasti karena Suharto sudah tidak mereka anggap lagi sebagai orang yang menguntungkan para penjajah itu.
Kalau mahasiswa angkatan 98 saja mudah ditunggangi oleh Negara-negara penjajah, apalagi rakyat kebanyakan yang menjadi penentu dalam PILPRES?
Yang saya pahami tentang Negara-negara penjajah adalah Negara-negara yang tergabung dalam kelompok G7 : Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat. Negara yang memiliki ekonomi terkuat didunia. Akhir-akhir ini G7 memasukkan Cina sebagai anggota sehingga menjadi G8. Tetapi tampaknya Cina bukanlah type Negara penjajah, sehingga sulit dikendalikan. Dampaknya adalah Cina menjadi penyebab salah satu runtuhnya atau krisisnya ekonomi di Negara kaya tersebut. Di samping G7, ada beberapa Negara lain yang menjadi pendukung G7 seperti Korea, Malaysia, Singapura dan Australia yang ikut menikmati kemakmuran dari penjajahan. Bukan karena Negara tersebut benar-benar mampu tetapi lebih karena dukungan dari G7, untuk memanipulasi kedok penjajahan mereka. Atau Negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, yang sekalipun mereka Negara kaya, tetapi para pemimpinnya takut berhadapan dengan AS dan sekutunya, yang bisa menyebabkan mereka digulingkan dari kekuasaannya.
Cobalah lihat keanehan dukungan Amerika Serikat terhadap Raja Saudi yang jelas-jelas merupakan Negara yang tidak memakai sistem demokrasi. Kenapa??? Karena raja Arab Saudi masih setia dan menguntungkan AS dan sekutunya.
Arab Saudi sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat Amerika dan sekutunya bangkrut dalam sekejap. Karena Arab Saudi memiliki ladang minyak yang menghasilkan 12 juta barel perhari. Kalau saja Arab Saudi memotong eksplorasi minyak menjadi separuhnya (setengahnya) saja menjadi 6 juta barel perhari, maka harga minyak dunia bias naik berlipat-lipat dan meruntuhkan ekonomi Negara G7. Untuk itulah Negara-negara kaya minyak itu akan selalu menjadi prioritas utama AS dan sekutunya untuk selalu dikendalikan.
Atau coba lihat keanehan Amerika Serikat dan sekutunya yang mendukung secara Mutlak terhadap Negara Israel. Sekalipun Israil hamper setiap hari membunuh rakyat Palestina. Berapa ratus ribu atau bahkan berapa juta Rakyat Palestina yang dibunuh oleh tentara Israel. Dan lihatlah sikap para pemimpin Negara G7 atau media massa yang ada di sana yang seakan menutup mata dan telinga terhadap kebrutalan Israel terhadap Palestina. Sampai sekarang, yang secara vulgar terus mempertonotnkan kebrutalannya dalam membunuhi rakyat palestina.
Khusus untuk intervensi Amerika dan sekutunya terhadap Indonesia, saya sendiri belum menemukan secara rinci bagaimana cara kerjanya. Namun saya meyakini, bahwa Amerika Serikat dan sekutunya memiliki cara yang lebih canggih untuk mempengaruhi suara rakyat Indonesia.
Ada sebuah cerita dari temen saya yang kebetulan dekat dengan Wiranto, tentang salah satu indikasi peran AS dalam pilpres di Indonesia.
Pada saat akan mendeklarasikan Partai Hanura (jauh sebelum pileg), ada konsultan politik dari Washington yang menemui Wiranto. Dan menawarkan kepada Wiranto untuk memilih Sri Mulyani atau Boediono sebagai cawapresnya. Tawaran ini, mengindikasikan bahwa Sri Mulyani dan Boediono sudah disiapkan jauh-jauh hari oleh Amerika Serikat.
Mungkin cerita ini bisa benar dan salah, dan bisa diperdebatkan. Namun kalau kita membaca buku-buku tulisan Bob Woodward tentang peran CIA di dunia, tertulis dengan jelas bahwa Amerika memiliki ribuan cara dan strategi yang sangat canggih untuk mendukung sesorang menjadi presiden atau menggulingkan seorang presiden dari kursi kekuasaannya. Salah satu buku yang saya sukai dari karya Bob Woodward adalah “Perang Rahasia CIA 1981-1987”. Di situ dilukiskan secara jelas bahwa Amerika Serikat bermain dalam setiap pemilihan presidan atau pemimpin Negara-negara di dunia. Juga bagaimana CIA mendanai operasinya dan cara mendapatkan dananya.
Kalau AS tidak menyukai seorang pemimpin sebuah Negara, maka akan ada kerja-kerja khusus dan sistematis untuk segera menggulingkan pemimpin tersebut. Tentunya Negara tersebut adalah Negara yang dpandang potensial untuk dijajah misalnya seperti Indonesia, Afganistan, Iran, Nigeria, atau Negara-negara yang kaya akan minyak atau sumber daya alam lainnya.
Caranya sangat banyak mulai dari cara yang halus sampai cara yang kasar. Misalnya menciptakan pemberontak di Nigeria dan Negara-negara afrika sehingga Negara tersebut menjadi lemah, atau dengan cara pembunuhan terselubung. Misalnya pembunuhan terhadap Muammar Kadafi (pemimpin Libya) yang tidak berhasil.
Ada beberapa Negara yang sanggup bertahan misalnya Iran, Cina atau Libya. Tetapi lebih banya Negara yang sangat mudah di infiltrasi dan digoyang, seperti Negara Indonesia, Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab.
Beberapa temen-temen aktifis anti neoliberal yang saya temui ternyata juga pernah membaca buku yang sama. Mungkin kawa-kawan juga pernah membaca buku-buku yang mirip dengan ini.
Repotnya adalah, bahwa teori konspirasi adalah kondisi yang sangat sulit untuk kita jelaskan dan sampaikan kepada rakyat Indonesia. Karena rakyat Indonesia belum memiliki tradisi membaca atau mengkaji hal-hal yang bersifat serius. Atau lebih suka dan terbiasa dengan hal-hal bersifat instant dan pragmatis.
Kadang-kadang saya merasa putus asa, tentang bagaimana mengungkapkan hal ini secara ringkas dan mudah diterima oleh orang lain dan rakyat pada umumnya. Hanya kawan-kawan aktifis atau mantan aktifis yang mampu menagkap, menganalisa dan memahaminya.
Mungkin sangat mudah untuk mengatakan Bahwa Bangsa kita Indonesia masih terjajah oleh kekuatan asing.
Namun, banyak orang akan menyangkalnya, karena dari SD sampai perguruan tinggi, makna penjajahan yang didapatkan adalah penjajahan model Belanda. Atau dengan kekuatan senjata.
Tidak ada dalam pelaran sekolah tentang : Kenapa Indonesia bisa dijajah lama sekali oleh Belanda (sekitar 350 tahun)?
Kenapa rakyat Indonesia baru merdeka setelah 350 tahun???
Belanda menjadi kaya raya dan menjadi maju, karena hasil jajahannya yang sebagian besar didapatkan dari Negara Indonesia.

Juga tidak kita temukan dalam pendidikan sejarah di sekolah tentang kenapa Pangeran Diponegoro atau Pahlawan lainnya tidak mendapatkan dukungan yang kuat dari Rakyat pada saat itu??? Yang kita tahu, bahwa Pangeran Diponegoro dikianati oleh wakilnya sendiri, tertangkap lalu diasingkan oleh Belanda.

Mungkin kawan-kawan memiliki analisa lain yang lebih tajam dan memiliki bukti-bukti otentik lainnya bahwa Indonesia adalah negeri yang terjajah. Kalau ada, berarti benar bahwa apa yang saya pikirkan adalah benar. Munkin bisa saling berbagi.

Dan mungkin sudah saatnya kita untuk melawan Penjajah. Intinya adalah Penjajahannya, bukan siapa Presidennya.
Kalau Presiden kita ternyata lebih berpihak dan mendukung agenda para Penjajah, salah satunya adalah dukungannya terhadap agenda neoliberalisme, maka dengan terpaksa sekali kita juga harus berhadapan dengan Presiden kita sendiri.


Kalau memang benar bahwa Kita siap untuk bersatu menyadarkan rakyat bahwa Indonesia sedang terjajah maka diperlukan langkah-langkah yang perlu kita mulai sejak sekarang. Mumpung, situasi masih cukup panas, karena konflik elit yang sedang sibuk berebut kekuasaan. Dan siapa tahu kita bisa memanfaatkan situasi ini untuk mempercepat konsolidasi gerakan sampai ditingkat rakyat untuk melawan neo liberalisme, neo imperalisme dan neo kolonialisme.
1. Mengajak kawan-kawan kita yang aktif atau bekerja di media massa untuk ikut membantu menyadarkan rakyat akan pentingnya menyadari bahwa Indonesia masih Terjajah, dan perlunya berjuang melawan penjajahan. Kita semua tahu bahwa opini rakyat sangat dipengaruhi oleh opini yang berkembang di media massa. (TV, Koran dan lain-lain). Dan kita juga menyadari bahwa media massa sekarang ini lebih berorientasi kepada industri dan bisnis, sehingga para pekerja media menjadi tidak peduli kecuali hanya pada kepentingan profesional pekerjaan dan gaji.
2. Mengajak siapapun untuk bergabung dalam gerakan melawan neo liberalisme, neo kolonialisme dan neo imperialisme. Artinya kita perlu menghilangkan sekat psikologis karena perbedaan partai maupun agama. Yang paling penting siapapun yang mau mendukung gerakan anti neoliberalisme. Tidak perduli apakah dia seorang tokoh pemerintah atau salah seorang penguasa. Hilangkan sikap curiga antar kawan, sekalipun kawan tersebut sedang dekat dengan penguasa atau tokoh tertentu. Yang terpenting adalah dukungannya terhadap gerakan ini sehingga gerakan ini bias mudah menjadi besar karena kuatnya dukungan, dan mampu menyadarkan rakyat Indonesia akan penjajahan. Untuk sementara, hilangkan sikap tentang siapa yang mau memimpin karena yang terpenting adalah agenda melawan penjajahan.
3. Memanfaatkan semua media yang lain, seperti internet untuk memperkuat jaringan dan konsolidasi gerakan.
4. Bersiap-siap untuk mendapatkan serangan balik. Karena para penjajah tidak akan diam dan membiarkan para pemberontak.
Dan tentu masih banyak cara lainnya.

Analisa di atas bisa saja salah, namun mari kita lihat bersama-sama selama 5 tahun ke depan, dengan indicator : pemimpin penguasa Indonesia mengabdi dan berjuang berlandaskan 4 konsensus dasar RI (Pancasila, UUD'45, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI) atau justru mengabdi pada Washington Consensus (Deregulasi, Stabilisasi, Restrukturisasi, Privatisasi, dan Liberalisasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar