Konsensus Washington benar-benar telah terbukti menjadi alat dari neo kolonialisme. Di mana consensus Washington membuat siklus ekonomi dunia selalu menguntungkan Negara maju dan merugikan Negara miskin atau berkembang seperti Indonesia.
Di negara maju rakyatnya hidup bermewah-mewah dan penuh pesta pora, sekalipun negaranya miskin sumber daya alam, sementara di Negara miskin dan berkembang terdapat banyak rakyat yang hidup melarat dan kelaparan, sekalipun memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Sistem Neo Kolonialisme telah dibuat sedemikian rupa, agar mampu mengeksploitasi dan menjajah Negara miskin dan berkembang yang kaya akan sumber daya alam.
Sistem ini dikembangkan setelah penajajahan model lama, dimana pusatnya dalah di Inggris dengan sekutu-sekutunya seperti Belanda, Portugis dan Perancis sudah tidak bisa diterima dan mulai muncul pemberontakan-pemberiontakan untuk kemerdekaan di seluruh dunia. Mulailah dimunculkan konsep baru, yang lebih tidak terlihat agar Negara-negara maju tersebut tetap dapat menguasai ekonomi Negara-negara lain di dunia.
Pusatnya di Amerika dan dinamakam consensus Washington.
Jadi, inti utama dari penjajahan adalah eksploitasi ekonomi Negara terjajah oleh Negara penajajah.
Coba kita lihat, ada total 192 Negara di dunia, dimana yang menjadi Negara maju terkumpul dalam Negara G8 (Negara penajajah). Beberapa Negara menjadi cukup maju namun bukan penjajah seperti Cina dan Iran. Sementara sebagian besar negara lainnya atau lebih dari seratus negara, yang sebenarnya kaya akan sumber daya alam, namun miskin dan terbelakang seperti Indonesia.
Contoh bahwa system sekarang ini menguntungkan Negara maju dan besar, dan merugikan Indonesia adalah :
Indonesia mengekspor biji besi, lalu setalah sampai dinegara maju misalnya jepang atau Amerika, diubah menjadi logam, aluminium, sampai menjadi mobil, komputer, HP dan lain-lain. Yang sebagian besar dinikmati oleh rakyat di negara maju tersebut dan sebagian lagi diekspor Indonesia. Harganya (mobil, motor, komputer, atau HP) menjadi ratusan kali lipat dari pada nilai ekspor biji besi.
Apakah Indoensia tidak mampu membuat komputer, mobil atau HP sendiri? Tentu bisa, namun sistem neoliberalisme telah memaksa Indonesia tidak mampu membuatnya. Selalu ada upaya dan pengaruh dari negara-negara maju agar industri teknologi yang lebih maju tidak bisa hidup di Indonesia.
Inilah yang disebut Kemiskinan Struktural, di mana orang/individu/negara menjadi miskin disebabkan sistem ekonomi dunia yang dibuat tidak adil dan hanya menguntungkan beberapa negara penjajah.
Tentu saja, ada antek atau begundal dari penjajah yang bisa hidup kaya ditengah-tengah kemiskinan rakyatnya sendiri. Dan hanya Antek dan Begundal penjajah yang bisa menjadi pemimpin Bangsa Indonesia, karena mendapat dukungan yang kuat dari penjajah. Dan calon pemimpin yang anti penjajah pasti akan di lawan oleh negara-negara penjajah.
Dalam skala yang lebih luas, kalau kita mau melakukan sedikit analisa, maka tampak sangat jelas bahwa Bangsa Indonesia sudah benar-benar kehilangan kedaulatan ekonominya. Ekonomi Negara dan bangsa Indonesia benar telah diatur sedemikian rupa untuk selalu menguntungkan Negara penjajah.
Misalnya PT Freeport di Papua, pernahkah kita tahu berapa sesungguhnya emas yang diambil setiap tahunnya? Adakah orang Indonesia yang bisa masuk ke Freeport dan mengaudit pendapatan emasnya? Yang setiap hari dikirim ke Amerika Serikat.
Siapa yang menjual Emas Papua ke PT Freepot (Amerika)? Sudah jelas Rezim Suharto.
Freepot dan Amerika sudah pasti untung, tetapi apa untungnya buat Indonesia???
Kalau jaman belanda yang dieksploitasi adalah rempah-rempah dan hasil tambang. Begitu juga pada era neo liberalisme. Yang berbeda hanya perangkat teknologi lebih maju dan lebih rakus serta system neo liberalisme yang menaunginya.
Kalaupun ada usaha yang dikelola oleh orang-orang pribumi, sifatnya hanya yang kecil-kecil saja, agar tampak bagus, dan bisa membodohi rakyat Indonesia. Atau satu-dua orang dari rakyat Indonesia yang dibiarkan menjadi kaya.
Apakah para pemimpin bangsa ini sadar?
Sebagian sadar dan sebagian tidak. Sementara sebagian besar yang lain justru menjadi antek atau begundal penjajah.
Diantara yang sadar, sudah dalam posisi yang dipinggirkan.
Sama pada jaman belanda, ada raja yang anti Belanda, dan ada raja yang Pro Belanda. Raja yang anti Belanda dan melawan penajahan (untuk memerdekakan rakyatnya) pasti akan segera diperangi atau digulingkan, diganti dengan raja baru yang pro Belanda.
Pemimpin atau Raja yang menjadi antek atau begundal inilah yang selalu mempengaruhi rakyat agar tidak melawan penajajah, dan selalu mengatakan bahwa keadaan kita baik-baik saja.
Begitu juga era sekarang, di mana pusat penjajahan ada di Amerika, maka siapapun yang pro Amerika (dan sekutunya) akan mendapat dukungan dengan Amerika.
Telah banyak bukti dalam sejarah, dan dalam banyak literature dan juga laporan CIA, bahwa Amerika memiliki jaringan intelejen yang hebat yang sanggup menggulingkan kekuasaan raja/presiden/PM di seluruh dunia. Hanya sedikit Negara yang sanggung berdiri secara indpenden dan mampu melawan hegemoni dan kooptasi Amerika (dansekutunya), seperti China, Iran dan Rusia.
Belajar dari pengalaman itu, ada calon presiden Indonesia yang benar-benar pro pada Amerika dan semua kepentingannya dengan kompensasi di dukung menjadi Presiden. Presiden seperti itu hanyalah antek dan begundal dari Amerika dan sekutunya. Dia akan bialng bahwa Indonesia baik-baik saja dan lebih baik tetap bersikap manis terhadap Amerika dan sekutunya.
Perangkat untuk melakukan kooptasi dan hegemoni terhadap negara ketiga yang biasa dipakai oleh negara maju :
- Jaringan intelejen. Yang sanggup membuat kacau sistem negara lain.
- Jaringan media massa (koran dan TV internsionalnya) sanggup membuat seseorang muncul ke publik dengan polesan yang sangat bagus yang membuat rakyat terpesona dan akhirnya memilihnya menjadi presiden. Juga mampu membuat seseorang menjadi tampak buruk dan menjadi tokoh yang dibensi Oleh rakyat.
- Jaringan Pendidikan. Di mana sekalipun ada dana 200 Trilyun untuk Pendidikan di Indonesia, namun model pendidikan dan kurikulum belajarnya sudah disetting sedemikian rupa untuk menjaga kepentingan penajajah. Juga melalui beasiswa pendidikan dari orang pintar Indonesia ke negara maju. Biasanya akan tercuci oraknya selama sekolah di Negara Penjajah. Hanya sebagian kecil yang pulang ke Indonesia dan tetap kritis terhadap Negara penjajah.
- Dan jaringan lainnya
Sekali lagi sulit sekali menjelaskan semua ini pada rakyat Indonesia : bahwa rakyat dan bangsa kita sedang dalam kondisi terjajah. Ayo Bangkit Lawan Penjajahan!!!
Jangan pilih pemimpin yang pro pada penjajah Amerika dan sekutunya!!!
Masih sulit untuk menerimanya bukan???
Begitulah juga pada zaman penajahan Belanda dulu, selama 350 tahun kita di jajah Belanda. Selalu ada aktifis atau pemimpin yang menyuarakan untuk melawan penajajah namun ditolak Rakyat. Misalnya Sultan Agung atau Pangeran Diponegoro. Para pemimpin seperti ini lahir karena sudah tidak kuat lagi melihat ketidakadilan yang terjadi.
Namun, disisi lain, antek dan begundal Belanda (para raja atau elit politik) saat itu juga bekerja keras meyakinkan rakyat bahwa hidup rakyat sudah lebih baik di bawah kerajaan Belanda. Sudah ada pembangunan misalnya jalan Daendless jalan yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya. Yang sebelumnya tidak ada. Dan sekian keberhasilan pembangunan yang lain. Dan mengajak rakyat untuk setia dan menganggap baik penjajah Belanda.
Sehingga Indonesia baru merdeka setelah 350 tahun dijajah oleh Belanda. Itupun karena Belanda kalah perang dengan Jepang, dan terpaksa menyerahkan Indonesia pada Jepang. Lalu rakyat Indonesia baru tersadarkan secara masif akan perlunya melawan penjajahan.
Akankah kita masih menunggu waktu yang lama lagi agar menjadi negara yang benar-benar merdeka dan terbebas dan intervensi dan pengaruh asing?
Maukah kita mempelajari dan menyebarluaskan bahwa ada penajajahan gaya baru yang sedang berlangsung dan menjajah Indonesia?
Dan bersediakan kita berjuang untuk menegakkan kembali kedaulatan ekonomi dan politik Indonesia?
Dan selalu kekuasaan politik dan ekonomi dalam sebuah negara selalu dikendalikan oleh sedikit orang cerdas dan kreatif. Yang kita perlukan hanya bagaimana kelompok minoritas cerdas dan kreatif ini adalah orang-orang yang benar-benar baik. Bukan antek dan begundal para penjajah. Kalau era Sukarno Hatta bisa, kita pun bisa melakukannya. Semua kembali kepada diri kita.
pak sy ambil materinya ya, tp sudah sy link kan blognya bapak
BalasHapus